BUAT APA SHOLAT?
BUAT APA SHOLAT?
Oleh : Rahma Al-‘Arifah
Editor : Khamim Jazuli A.
Apa masih perlu kita berbicara
tentang sholat? Bukankah sholat itu adalah niscaya? Seperti
yang di istilahkan
oleh kalangan ulama yakni “ma’lumun min ad-din bi adh-dharuurah”. Kewajiban
shalat ini merupakan kewajiban yang tidak perlu dipertanyakan lagi
bagi umat islam. Bahkan sejak kecil umur tujuh
tahun kita sudah mendapatkan
pengajaran tentang sholat dari orangtua. Jadi, dalam hal
praktek bacaan ataupun gerakan, mayoritas muslim sudah mengenalnya sejak dini. Tapi kenyataanya banyak orang yang mengaku islam tapi tidak
shalat atau bisa dikatakan shalatnya bolong-bolong. Berbicara tentang makna
shalat pasti semua sudah faham. Nah disini akan sedikit saya
ulas lagi. Shalat merupakan permintaan dari yang rendah kepada yang tinggi. Shalat
juga dapat dimaknai dengan do’a. Menurut kalangan ulama fiqih seperti yang tertera di banyak kitab-kitab
kuning shalat adalah gerakan dan bacaan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat
juga memiliki banyak manfaat, diantaranya yakni kesehatan tubuh, memberi
ketenangan hati, pencegah dari perbuatan buruk, sumber petunjuk, meminta
pertolongan dari Allah swt., juga pelipur jiwa.
Buat apa sholat?
Maksud dari kalimat tersebut yakni buat apa shalat apabila tidak khusyuk.
Khusyuk disini bermakna kesadaran penuh akan kerendahan hamba kita sebagai
manusia dihadapan Tuhan yang maha kuasa. Dengan itu kita bisa menghadirkan hati. Shalat akan hilang nilai ibadahnya tanpa hadirnya hati kita. Selanjutnya yakni tuma’ninah.
Tuma’ninah adalah ketenangan dalam melakukan semua bacaan dan gerakan shalat. Tuma’ninah dilakukan dengan tidak berburu-buru untuk menuju gerakan rukun sholat selalnjutnya. Sembari jeda sambil memberi waktu yang cukup untuk menyempurnakan
rukun-rukun shalat maka tuma’ninah akan menjadikan
sholat kita setidaknya mendekati kesempurnaan.
Apabila ingin
mendapatkan ketenangan jiwa, maka shalatlah dengan khusyuk. Seperti yang
disabdakan Rosulullah SAW, “Shalat yang tidak khusyuk
diibaratkan seperti burung yang mematuk
– matuk makanan.” Dari sini dapat dipahami bahwa manusia ketika
lapar sewaktu menikmati makanannya tak hanya melahapnya begitu saja. Namun juga menikmati rasanya serta menghayati cara penyajian dan suasana yang melingkupi waktu makan
tersebut. Jadi tuma’ninah itu ibarat menikmati makanan. Apabila kita menghadap
tuhan zat yang maha agung lantas hati kita tidak hadir, bagaimana bisa shalat yang
dikatakan sebagai media komunikasi
antara hamba dengan tuhan-Nya akan menjadikan
seorang hamba wushul kepada-Nya?
“SUJUDNYA BADAN KITA ADALAH MENDEKATNYA JIWA KITA KEPADA SANG MAHA KUASA”
~ JALALUDIN
RUMI ~
Referensi: buku pengantar
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Buat Apa Shalat?! “ Menggali Makna Batin
Mereguk Ajaran Para Sufi.
Komentar