Diskursus Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy dan Pandangan Politiknya

Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy merupakan seorang mufassir sekaligus ahli fikih terkemuka Indonesia. Karya tafsirnya yang paling terkenal adalah Tafsir An-Nur. Beliau lahir pada masa penjajahan abad ke-19, suatu masa ketika budaya dan politik Indonesia masih berada dalam dominasi kekuasaan kolonial Barat. Dalam konteks tersebut, Hasbi Ash-Shiddiqy mengembangkan dua prinsip pokok yang menjadi landasan dalam karya-karyanya dan juga prinsip hidupnya, yakni:
- Purifikasi (pemurnian ajaran agama dari unsur budaya luar). Beliau bertekad untuk membersihkan ajaran Islam dari pengaruh budaya luar yang telah menyusup ke dalam tradisi keagamaan masyarakat Indonesia dan dianggap sebagai bagian dari ritual keislaman.
- Moderasi (penafsiran modern yang relevan dan responsif terhadap konteks). Prinsip ini mendorongnya untuk tidak serta merta menolak hadis-hadis ḍaʻīf dan menjadikan penafsiran beliau lebih terbuka dan kontekstual.
Prinsip-prinsip tersebut turut membentuk cara pandangnya terhadap persoalan sosial dan politik. Hasbi merupakan tokoh yang sangat peduli terhadap kemaslahatan umat, bahkan menjadi peletak dasar bagi wacana fikih Indonesia. Kepedulian itu juga tercermin dalam keterlibatannya dalam dunia politik, yang pada masa itu mengalami pasang surut akibat dinamika ideologi dan kekuasaan pasca-kemerdekaan. Hal ini menjadikan paradigma pemikirannya sejalan dengan pemikiran Ahlus Sunnah wal Jamaʻah yang mengintegrasikan antara agama dan politik. Menurutnya, agama tidak akan berjalan secara efektif tanpa diiringi sistem politik yang baik.
Komitmen politik Hasbi tampak jelas dari keterlibatannya dalam penyusunan Piagam Jakarta, posisinya sebagai Ketua Jong Islamieten Bond (JIB), serta keberanian beliau mengangkat tema-tema politik dalam Tafsir An-Nur. Tafsir ini diterima luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kawasan Asia Tenggara, khususnya dalam kalangan akademisi.
Pandangan Politik dalam Tafsir An-Nur Karya Hasbi Ash-Shiddiqy
Salah satu gagasan politik penting dalam Tafsir An-Nur adalah konsep musyawarah (syūrā). Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy, musyawarah merupakan prinsip fundamental dalam sistem kenegaraan Islam. Ia tidak memandang syūrā sebagai tradisi budaya semata atau sekadar sunnah, melainkan sebagai mekanisme pengambilan keputusan kolektif yang demokratis dan partisipatif.
Dalam tafsirnya, Hasbi membandingkan antara konsep syūrā dan sistem demokrasi modern. Meski keduanya memiliki perbedaan dalam prinsip dan implementasi, menurutnya syūrā dan demokrasi dapat saling menguatkan selama demokrasi dilandaskan pada nilai-nilai agama dan moralitas. Dengan pendekatan ini, Hasbi berupaya menjembatani tradisi Islam klasik dengan dinamika politik modern Indonesia.
Musyawarah, menurut Hasbi, juga menjadi sarana untuk mencegah kekuasaan yang otoriter. Keputusan dalam pemerintahan idealnya melibatkan partisipasi wakil rakyat, ulama, dan tokoh masyarakat. Syūrā dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap akal budi manusia dan sebagai sarana mencapai harmoni sosial dalam Islam.
Pandangan tersebut sejalan dengan firman Allah Swt. dalam Surah Āli ‘Imrān ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ
اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا
مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى
الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩ ( اٰل عمران/3: 159)
159. Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi
Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap
keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh
karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila
engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bertawakal.(Ali 'Imran/3:159)
Hasbi menafsirkan ayat ini sebagai anjuran untuk melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, tidak hanya bergantung pada otoritas tunggal pemimpin. Hal ini menegaskan pentingnya kesetaraan peran dan penghargaan terhadap individu dalam kehidupan politik Islam yang berkeadilan.
Telaah Pustaka
Penelitian yang secara khusus membahas pandangan politik dalam Tafsir An-Nur karya Hasbi Ash-Shiddiqy masih relatif terbatas. Beberapa kajian yang ditemukan antara lain:
- Skripsi berjudul Konsep Politik Hasbi Ash-Shiddiqy dalam Tafsir An-Nur karya Anni Kholidah Ritonga dari Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta, yang menjadi rujukan utama dalam kajian ini.
- Jurnal berjudul Kepentingan Politik Masyumi dalam Tafsir An-Nur Karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy yang ditulis oleh Abd. Rahman dan Suci Wulandari dari IAI Surakarta. Jurnal ini dimuat dalam Al-A‘rāf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat. Latar belakang jurnal ini adalah posisi Hasbi sebagai tokoh Partai Masyumi, sehingga dianalisis apakah tafsirnya sarat dengan kepentingan politik partai.
- Sebuah artikel ilmiah berjudul Nilai-Nilai Politik dalam Tafsir al-Qur’an al-Majid An-Nur Karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy. Sayangnya, jurnal ini tidak tersedia dalam format yang dapat diunduh, sehingga isi lengkapnya belum dapat diakses dan dianalisis secara menyeluruh.
Kesimpulan
Dengan demikian, Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy merupakan tokoh pemikir Islam Indonesia yang tidak hanya produktif dalam bidang tafsir dan fikih, tetapi juga memiliki perhatian serius terhadap tata kelola masyarakat dan negara. Melalui Tafsir An-Nur, ia menunjukkan bahwa prinsip-prinsip politik Islam seperti musyawarah dapat diaplikasikan dalam konteks kenegaraan modern secara progresif, kontekstual, dan tetap berakar pada nilai-nilai keislaman.
Penulis:
- Sitti Maulida Ali / IAIN MADURA
- Nurul Annisa / IAIN MADURA
- Dewi Purnama Sari / IAIN MADURA
- Hikmatul Fadlilah / IAIFA KEDIRI
- Maulida Asyfa' Almabruroh /UINSATU
- Muhammad Naufal Baihaqi / UNDAR
- Veizat Ardha Muhammad / UNDAR
- Muhammad Robitulloh / UNDAR
- Achmad Romzy Luthfillah / IAIN MADURA
- Muhsinin / STIUDA Bangkalan
- Ahmad Musajjed / STIUDA Bangkalan
- Muhammad Fahrizat Adzkar / STAIMAS Tulungagung
- Abd Rohman / STIUDA Bangkalan
Komentar