Sarjana Tanpa Gelar: Ahmad Muharram Dimyathi



Agus Ahmad Muharram Dimyathi adalah pengasuh asrama VII Al-Husna di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang. Beliau adalah putra dari pasangan suami istri KH. Ahmad Dimyathi Romly dengan Ibu Nyai Hj. Muflichah Dimyathi. Beliau adalah seorang yang alim, penyabar, santai dalam bertindak namun tetap serius dalam segala hal ditambah dengan sifat penyayang, dermawan, dan zuhud membuat para santri mengaguminya.

Beliau berguru kepada Sang Penyangga pulau jawa pada masanya, KH. Abdullah Faqih langitan, beliau lama disana yang dibuktikan dengan cerita beliau sendiri;

“dulu aku tidak kuliah karena dawuh Yai, yang berkata kepadaku kalau aku kuliah maka santri-santri ku besok akan menjadi politikus semua.”

Meskipun tidak kuliah, beliau kini menjadi seorang dosen di Ma’had Aly yang khusus mengampu Takhassus Al-Quran wa Ulumuhu, beliau memang tidak memiliki gelar atau apapun itu, namun keilmuan beliau terkait tentang fan-fan ilmu seakan melebihi gelar itu sendiri. Selain menjadi seorang dosen, beliau menjabat menjadi anggota kepemimpinan Pondok Pesantren di bidang Kepondokan. Beliau juga menjadi guru yang mengajar para santri-santri diasrama beliau, mengajar berbagai macam kitab, tasawuf, fiqh, aqidah, akhlak, atau sampai kitab tentang tafsir. Kami terus mendengarkan dengan seksama materi yang disampaikan beliau, sehingga kami sangat terkagum-kagum akan sosok beliau, yang mana mengedepankan hal wajib dan mengesampingkan yang sunnah. Momen itu terapikasikan, dimana beliau sering mengingatkan kami kalau sholat wajib itu harus segera dilaksanakan, jika ada suatu kondisi yang memungkinkan dalam satu waktu adanya jama’ah, maka tinggalkanlah sholat sendiri dan menunggu momen jamaah yang akan datang karena keutamaan jama’ah yang tiada tara.

Beliau adalah guru yang telah kami pertimbangka dengan mengikuti pedoman kitab Adabul Alim wa Muta’alim bab 3 sub poin 1: “Pertama, mendahulukan pertimbangan akal yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah kepada siapa ia harus mengambil ilmu (berguru) dan meraih akhlaq terpuji dari pendidik tersebut. Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, guru yang mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seseorang. Ia juga seorang guru yang mempunyai metode pengajaran dan pemahaman yang baik.

Guru kami dalam pengamatan kami tidak menguasai satu fan ilmu saja, tetapi banyak fan, dan beliau juga banyak memberikan kami dawuh-dawuh penting dari beliau sendiri atau dari guru-guru beliau, banyak kiranya apa yang kami tangkap dari setiap pengajian beliau, kami akan menjabarkan sedikit dari banyaknya dawuh beliau;

“Carilah teman yang baik, ibarat seseorang berteman dengan pandai besi, maka kita akan ikut terkena bau nya yang tidak enak, jika seseorang berteman dengan ahli parfum, kita akan ikut berbau wangi karena teman kita.”

“Lakukan pekerjaan dunia dengan santai seakan-akan kamu hidup selamanya, lakukan pekerjaan akhirat tergesa-gesa seakan-akan kamu akan mati besok.”

“Ketika isim nakirah diulang dua kali dalam Al-Quran maka itu berarti berbeda antara satu dengan lainnya, tidak bercampur menjadi satu, namun menjadi ganda, seperti surah Al-Insyirah ayat 5-6, berarti kemudahan nya menjadi dua kali lipat daripada kesulitannya.”

“Jika kamu menyukai seseorang pendam saja, jangan ceritakan kepada orang lain, jika kamu mati maka kamu mati dalam keadaan syahid.”

“Orang yang masih muda itu dimengerti keutamaannya oleh orang yang sudah tua, orang yang masih hidup itu dimengerti keutamaannya oleh orang yang sudah mati, orang yang masih sehat bugar itu dimengerti keutamaannya oleh orang yang sakit.”

“Bait Alfiyah satu ini كَسْراً كَذِكْرُ اللهِ عَبْدَهُ يَسُرّ yang memiliki arti penyebutan Allah kepada hambanya adalah suatu kemudahan, yakni, ketika Allah sudah mencintai seorang hamba, maka Allah menyeru kepada penduduk langit untuk mencintainya juga, lalu menyeru kepada penduduk bumi untuk mencintai juga seseorang yang telah dicintai oleh Allah.”

“Jangan sebut aib mu kepada orang lain, karena Allah telah menutup aibmu dan tidak menyebarkannya, dan engkau malah menyebarkannya, apakah pantas olehmu saat kamu melakukan hal itu?”

“Doa nya orang yang di dzalimi itu mustajabah, maka hati-hatilah dengan itu.”

“Janganlah menghina perbuatan dosa seseorang yang sudah taubat, jika terus menghinanya maka Allah tidak akan mematikannya sebelum dia berbuat hal yang sama.”

Kami cukupkan semua dawuh beliau disini, karena masih banyak lagi dawuh beliau yang masih tersimpan dalam benak, catatan, kitab atau yang lainnya, dan kami pun tidak mau meperbanyak itu karena akan menjadi tulisan yang panjang, inilah tulisan yang tidak seberapa, aku memohon ampun kepada Allah jika tulisan ini ada yang salah.


    Penulis :  Ahmad Izzan Haqiqi
    Editor : Shofiyah Qothrunnada

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMBANGUN SINERGITAS MELALUI DIKLAT DAN RAPAT KERJA MENUJU HMPS ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR YANG TERINTEGERITAS

HERMENEUTIKA (Sejarah, Aliran- Aliran, dan Tokoh-tokoh Hermeneutika)

FORMAT : TAFSIR AL-QUR'AN TENTANG PERAN PEREMPUAN DI ERA MODERN