Perbedaan Jumlah Rakaat Dalam Salat Tarawih
Ramadan merupakan bulan yang istimewa dan penuh berkah. Maka tidak
heran seluruh umat islam bersemangat dan bahagia dalam menyambutnya, mereka
berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan beribadah, baik ibadah sunnah maupun
wajib. Dalam bulan ini juga terdapat ibadah khusus yang tidak ditemui
dibulan-bulan lainnya, yaitu puasa Ramadan dan salat tarawih.
Menganai salat tarawih, salat ini merupakan amaliyah yang
dikhususkan bagi Nabi Muhammad dan umatnya saja. Salat yang berhukum sunnah
mu’akkad ini memiliki waktu tersendiri dalam pelaksanaannya, yaitu setelah
salat isya’ dan sebelum salat witir. Salat tarawih bisa dilaksanakan secara
berjamaah maupun munfarid. Hukum dilaksanakannya salat tarawih secara berjamaah
adalah sunnah kifayah. Dari kacamata ushul fiqh dijelaskan bahwa hukum sunnah
kifayah ini akan gugur apabila sudah ada sebagian orang yang mengerjakannaya,
akan tetapi apabila tidak ada yang jama’ah sama sekali maka kesunahan itu masih
ada.
Keutamaan dari salat tarawih sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah
SAW dalam hadist beliau, yaitu:
)مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “ (متفق عليه”
Artinya: “Barang siapa melakukan salat (tarawih) pada
Ramadan dengan iman dan ikhlas (karena Allah ta’âlâ) maka diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (Muttafaq
‘Alaih).
Terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat salat tarawih.
Seperti yang kita lihat sekarang, bahwa ada yang melaksanakan salat tarawih 8
rakaat saja dan bahkan ada yang sampai 20 rakaat. Menurut Kitab Al-Mughni karya
Imam Ibnu Qudamah dijelaskan bahwa adanya perbedaan ini berdasarkan pada hadits
dan riwayat sahabat.
Dalil mengenai salat tarawih berjumlah 20 rakaat diambil dari
hadist yang diriwayatkan oleh Yazid bin Khushoifah dari al-Saib bin Yazid:
عَنْ يَزِيدَ بْنِ خُصَيْفَةَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ
يَزِيدَ قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ
اللَّهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً - قَالَ - وَكَانُوا
يَقْرَءُونَ بِالْمِئِينِ، وَكَانُوا يَتَوَكَّئُونَ عَلَى عُصِيِّهِمْ فِى عَهْدِ
عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ شِدَّةِ الْقِيَامِ. أخرجه
البيهقي (2 / 496) وصححه النووي في المجموع والزيلعي في نصب الراية والعلماء كافة.
(إعلام الأنام شرح بلوغ المرام للشيخ نور الدين
عتر: 1 / 79)
Artinya:
Diriwayatkan dari Yazid bin khushoifah dari al-Sa’ib bin Yazid, beliau berkata:
“Para Sahabat di masa Umar bin khattab r.a. melakukan qiyamullail (beribadah di
tengah malam) di bulan Ramadlan 20 rakaat dengan membaca 200 ayat, sedangkan
pada masa Utsman r.a. mereka bersandar pada tongkat karena lamanya berdiri”.
(HR. Al Baihaqi (2/496), dan dinilai sahih Imam Nawawi dalam kitab Majmu, Imam
Zaila’i dalam kitab Nasb al-Rayah, dan mayoritas ulama. (Nuruddin
Iter, I’lam al-Anam Syarh Bulugh al-Maram: juz: 1,
hal: 79)
Diantara imam yang berpendapat bahwa jumlah rakaat dalam salat tarawih
adalah 20 rakaat adalah Imam Malik bin Anas, berdasarkan dalil riwayat dari
Yazid bin Ruman yang disandarkan pada perilaku sahabat, bahwa orang-orang salat
tarawih pada masa Umar bin Khattab dengan 20 rakaat, dimana pada waktu itu diimami oleh sahabat Ubay bin Ka’ab.
Begitu juga yang diriwayatkan Imam Malik di dalam Kitabnya
Al-Muwatho, dari Yazid bin Rumman RA beliau berkata: "Sesungguhnya dahulu
para sahabat mendirikan salat tarawih di zaman Sayyidina Umar 23 rakaat."
Bagi yang melaksanakan salat tarawih 11 rakaat (8 rakaat tarawih
ditambah 3 rakaat witir) berpegang pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Salamah.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ
سَأَلَ عَائِشَةَ - رضي الله عنها -: كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ
-صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي رَمَضَانَ؟ قَالَتْ: مَا كَانَ يَزِيدُ
فِي رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ أَرْبَعًا فَلاَ
تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا. فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ قَالَ: تَنَامُ عَيْنِي وَلاَ
يَنَامُ قَلْبِي. (صحيح البخاري: 7 / 134، رقم: 1874).
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia pernah bertanya kepada Aisyah r.a: “Bagaimana
salat Nabi Muhammad di bulan Ramadhan?” Aisyah menjawab,“Beliau tak menambah
pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat: salat empat
rakaat, yang betapa bagus dan lama, lantas shalat tempat rakaat, kemudian
tiga rakaat. Aku pun pernah bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur
sebelum menunaikan salat witir? Beliau menjawab: “mataku tidur, tapi hatiku
tidak”. (Shahih al-Bukhari, juz: 7, hal: 134, no: 1874).
Dalam kitab fathul qodir sebagian ulama ber madzhab Hanafi, seperti Imam Al- Kamal Ibnu Al- Humam menyampaikan bahwa salat tarawih berjumlah 8 rakaat : " Sesungguhnya qiyamul lail di bulan Ramadan hukumnya sunnah, yaitu 11 rakaat demgan witir berjamaah, hal itu dikerjakan oleh Rasulullah SAW, lalu diyinggalkannya karena ada udzur, dan dzahir pendapat Masayikh bahwa sunnahya 20 rakaat. Sedangkan menurut dalil adalah apa yang kami katakan (8 rakaat tanpa witir)."
Keluar dari pendapat salat terawih 8 rakaat atau 20 rakaat,
perbedaan ini hanyalah mengenai seputar mana yang lebih afdhal. Jadi, tidak
selayaknya kelompok yang memilih salat tarawih 20 rakaat menghakimi kelompok
yang memilih 8 rakaat. Begitu pula sebaliknya. Apalagi sampai saling
mengkafirkan. Al-Muhaddits Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (Ulama besar
Jakarta) pernah ditanya mengenai jumlah rakaat salat tarawih. Beliau menjawab: "Silakan jika Anda ingin salat 20
rakaat. Dan silakan jika anda ingin salat 8 rakaat. Silakan jika anda tidak
ingin melaksanakan salat tarawih sama sekali, karena tarawih adalah ibadah yang
sunnah, bukan wajib. Namun anda dilarang untuk berkelahi, bertikai, bermusuhan
dan saling membenci."
oleh : Haulah Nur Izzati
Komentar